Kelas-Kelas Sosial dan Perjuangan Kelas
*
Apakah yang disebut Kelas sosial itu? Mengapa terdapat Kelas-Kelas
dalam perkembangan masyarakat? Dimana kedudukan hubungan antar Kelas dalam
kehidupan sosial kita? Jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan membawa kita pada pemahaman terhadap hakekat fenomena sosial
penting di jaman modern, seperti Negara, relasi-relasi politik dan kehidupan
ideologis. Pendekatan Kelas, melihat bahwa kehidupan masyarakat itu terbagi ke
dalam Kelas-Kelas. Itulah salah satu prinsip metodologi Marxisme yang paling
mendasar. Dalam rangka menerangkan arti penting dari prinsip ini, Lenin
menulis: ‘ orang-orang selalu menjadi korban tipu muslihat atau
sering
menipu diri sendiri dalam kehidupan politik dan mereka akan terus bersikap
demikian hingga akhirnya mereka berhasil mengetahui kepentigan-kepentingan Kelas
dibalik tabir tentang moral, agama, sosial politik, dan janji-janji’.
I.
Konsep Kelas Sosial
Kelas sosial merupakan pengelompokan-pengelompokan yang
ada di dalam masyarakat. Namun di samping pengelompokan Kelas, masyarakat pun
terbagi ke dalam pengelompokan pengelompokan lain. Pengelompokan-pengelompokan
itu misalnya, pengelompokan yang
berdasar jenis kelamin, ras, kebangsaan, pekerjaan dan sebagainya. Beberapa pembagian
tersebut ada yang berdasar pada penggolongan fisik (usia, jenis kelamin, ras),
selain penggolongan yang bersifat sosial (kebangsaan, pekerjaan).
Perbedaan-perbedaan dari segi politik tidak dengan sendirinya menyebabkan
perbedaan-perbedaan sosial, dan hanya di bawah kondisi-kondisi sosial tertentu
saja maka hal perbedaan itu bisa dikaitkan dengan ketimpangan sosial. Dengan
demikian, ketimpangan yang berbasis ras sesungguhnya lebih bersifat historis
daripada yang bersifat alami. Pengelompokan-pengelompokan rasial sendiri
sebenarnya adalah katagori sosial dan bukannya katagori biologis. Pengelompokan
berdasarkan ras muncul dari praktik sosial kapitalisme yang memuja-muja
perbedaan fisik manusia (biasanya merupakan perbedaan warna kulit) yang menganggap
bahwa unggul dan rendahnya nilai-nilai sosial itu berasal dari
perbedaan-perbedaan fisik itu. Akibatnya kemudian muncul pembenaran adanya
ketimpangan sosial berdasarkan jenis kelamin, ia lebih disebabkan oleh
fakta-fakta historis ketimbang fakta-fakta alam. Pada tahap awal perkembangan
sejarah, yakni selama sistem komunal primitif, kaum perempuan memainkan peranan
memimpin di tengah masyarakat. Namun peran kepemimpinan itu lambat laun pudar
seiring dengan terbagi-baginya masyarakat ke dalam unit-unit keluarga yang
dipisahkan satu sama lain berdasarkan pemilikan pribadi.
Secara umum pembagian-pembagian Kelas tak ada hubungannya
dengan perbedaan-perbedaan yang bersifat alamiah: pembagian Kelas itu bisa
terjadi dalam jenis ras yang sama, kelompok-kelompok etnis yang sama dan
menerobos garis usia dan jenis kelamin.
Sejumlah sosiolog borjuis mencoba mencari sebab-sebab
pembagian Kelas tersebut melalui faktor politik, yakni dilihat dari adanya
penundukan secara paksa sekelompok orang oleh kelompok orang lain. Tentu saja
peralihan dari masyarakat tanpa Kelas menjadi masyarakat berKelas terjadi
dengan pemaksaan. Akan tetapi pemaksaan hanyalah faktor yang mempercepat dan
mempertajam ketimpangan sosial; pemaksaan bukanlah yang menjadi sebab utamanya.
Kekerasan bukanlah penjelas dari adanya asal-usul Kelas seperti perampasan yang
merupakan sebab dari asal-usul dari pemilikan pribadi terhadap alat-alat
produksi. Perampasan bisa jadi berakibat pada berpindahnya pemilikan pribadi
alat-alat produksi dari satu orang ke pemilikan pribadi oleh orang lain, namun
perampasan itu sendiri tidaklah melahirkan (sebab awal) adanya pemilikan
pribadi.
Terbaginya masyarakat ke dalam Kelas disebabkan oleh
faktor-faktor ekonomi, sebagai contoh yang
terjadi di Mesir Kuno atau Yunani Kuno, dimana tidak terjadi adanya
penaklukan-penaklukan, yang menjadi penyebabnya pembagian kerja dalam
masyarakat. Pembagian kerja ini mengasumsikan adanya pemisahan para produsen
yang terlibat di dalam berbagai bentuk aktifitas produksi dan adanya pertukaran
antar produksi yang dihasilkan oleh kerja mereka. Pertama-tama, terjadinya
pemisahan antara kerja bertani dan kerja beternak, kemudian pekerjaan kerajinan
tangan terpisah dari kerja pertanian, dan akhirnya muncul usaha jasa (seperti:
manajemen, pencatatan, administrasi publik) dipisahkan dari kerja manual.
Pembagian kerja secara sosial dan pertukaran antar surplus hasil produksi
inilah yang menyebabkan terjadinya pemilikan pribadi terhadap alat-alat
produksi, hal inilah yang mengantikan pemilikan alat-alat produksi secara
komunal dan memunculkan pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak setara
dalam proses produksi sosial yaitu: Kelas. Masyarakat kemudian terbagi menjadi
golongan kaya dan miskin, penghisap dan terhisap dan ketimpangan pun
merajalela, sebagaimana yang ditulis oleh Engels: ‘Kelas-Kelas dalam
masyarakat selalu merupakan produk dari corak produksi dan pertukaran, yaitu
produk dari kondisi ekonomi pada jamannya'.
Kelas-Kelas terbentuk melalui dua cara. Pertama, melalui
kemunculan perkampungan komunal pada masa neolitik yang terdapat di lembah
sungai Tigris dan Eufrat di Irak Selatan dan
di lembah sungai Nil, Mesir. Pengelompokan itu terdiri dari kaum spesialis yang
mengembangkan dan memonopoli pengetahuan serta ketrampilan yang sangat
dibutuhkan bagi pengorganisiran pembangunan proyek-proyek raksasa.
Pertanian di lembah-lembah sungai
ini amat bergantung pada proyek-proyek irigasi raksasa yang pengerjaannya
membutuhkan kerja gotong royong, yang melibatkan banyak perkampungan di lembah
sungai. Di Mesir, air didapat dari banjir tahunan sungai Nil. Namun, guna
beroleh air yang cukup diperlukan pembangunan dan perawatan sejumlah besar
bendungan. Selanjutnya air akan disalurkan secara reguler untuk menyirami
tanaman. Di Irak Selatan (Sumeria), banjir tahunan dari sungai Tigris dan Eufrat tak mencukupi, dan jumlah air yang
memadai untuk mengairi lahan pertanian hanya bisa didapat melalui pembangunan
dan pemeliharaan jaringan kanal yang ekstensif. Pengerjaan proyek irigasi ini
memerlukan banyak tenaga kerja dari seluruh penduduk di banyak perkampungan,
menguras pengetahuan dan pengorganisiran wewenang. Namun, begitu golongan
organisator dan administrator mengelompokan diri dalam kelompok-kelompok solid
yang tinggal di perkotaan (biasanya tinggal di sekitar kuil pemujaan), maka
upeti pun mulai ditarik dari penduduk kampung secara paksa. Dengan demikian
masyarakat pun terbelah menjadi Kelas petani-tukang yang terhisap dan Kelas
pejabat-pemuka agama yang menghisap. Kelas penghisap ini dikepalai oleh seorang
raja-pemuka agama yang dengan dalih perwakilan dewa di bumi, kemudian
menegakkan pemilikan tanah secara pribadi. Hal itu lalu menjadi pola umum yang
timbul dari masyarakat ber-Kelas pada tahap awal. Pola ini lahir dari corak
produksi Asiatic yang muncul di Sumeria dan Mesir Kuno sekitar 5.500 tahun yang
lalu.
Cara yang lain dalam proses
pembentukan Kelas-Kelas adalah melalui proses pembudakan anggota-anggota
kelompok lain yang ditaklukan melalui pertempuran atau pembudakan terhadap
anggota-anggota kelompok sendiri yang selama ini terjerat hutang. Inilah pola
umum munculnya masyarakat kepemilikan budak. Awalnya tumbuh di Yunani Kuno dan
kemudian di Romawi Kuno pada 1000 tahun sebelum Masehi.
Dalam rangka merangkum pengalaman
perkembangan Kelas-Kelas untuk pertama kalinya Marxisme menyumbangkan
penjelasan yang otentik ilmiah terhadap esensi Kelas, alasan-alasan kemunculan Kelas
dan cara melenyapkannya. Karl Marx menghubungkan keberadaan Kelas-Kelas
tersebut dengan fase historis perkembangan produksi sosial, sementara para ilmuan
sosial borjuis selalu mengabaikan hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa Kelas
merupakan fenomena a-historis yang sudah beda dari dulu hingga sekarang (selalu
ada yang kaya dan yang miskin di tengah-tengah masyarakat). Marx membuktikan
bahwa masyarakat ber-Kelas, wataknya sementara dan menunjukkan syarat-syarat
lenyapnya masyarakat ber-Kelas, yang akan digantikan oleh masyarakat tanpa Kelas.
Marx menunjukan bahwa masyarakat Kapitalis adalah tahapan terakhir keberadaan Kelas-Kelas
yang antagonistik dalam sejarah umat manusia. Marx menekankan bahwa jalan
menuju masyarakat tanpa kelas terbentang melalui perjuangan Kelas proletariat
yang menentang segala bentuk penindasan untuk menegakan kekuasaannya di
masyarakat. Dalam surat
yang dilayangkan kepada Joseph Weydemeyer di New York, bulan Maret 1852, Marx menuliskan
bahwa:
‘bukanlah saya yang menemukan keberadaan Kelas-kelas
dalam masyarakat modern dan pertentangan antar mereka. Jauh sebelum saya, para
sejarawan borjuis telah membeberkan perkembangan historis perjuangan Kelas ini.
Begitu juga para ekonom borjuis yang telah menguraikan anatomi ekonomi
keberadaan kelas-Kelas tersebut. Yang saya lakukan hanyalah membuktikan: 1)
bahwa keberadaan Kelas-Kelas hanya terkait dengan fase-fase historis
perkembangan produksi, 2) bahwa perjuangan Kelas mau tak mau mangarah pada kediktatoran
proletariat, 3) bahwa kediktatoran ini sendiri hanyalah merupakan bentuk
transisi/peralihan menuju penghapusan seluruh Kelas dan menuju pembentukan
masyarakat tanpa Kelas ...’.
Lebih lanjut Lenin mengembangkan
teori-teori kelasnya Marx dan mendefinisikan Kelas sebagai: ‘segolongan besar
masyarakat yang dibedakan dengan segolongan masyarakat lainnya melalui posisi
mereka secara historis dalam sistem produksi sosial, oleh relasi mereka (yang
dalam banyak kasus dilegitimasikan oleh hukum) dengan alat-alat produksi, oleh
peran mereka dalam organisasi kerja secara sosial, dan konsekuensinya, adalah
dimensi hilangnya kemampuan untuk mendapatkan jatah kekayaan sosial dan cara
untuk memperolehnya. Kelas-Kelas adalah kelompok-kelompok masyarakat yang
berkemampuan untuk merampas kerja kelompok lainnya berdasarkan perbedaan posisi
di tengah sistem sosial ekonomi tertentu’.
Mari kita mengkaji definisi itu
secara lebih terinci. Menurut Lenin, Kelas adalah kelompok-kelompok masyarakat
yang terutama dibedakan satu sama lain oleh posisi mereka yang secara
historis ditentukan di tengah-tengah sistem produksi. Artinya, bahwa setiap
Kelas harus dikaitkan dengan corak produksi yang melahirkannya, dan untuk itu
tiap-tiap corak produksi yang antagonistik melahirkan masyarakat di mana garis
pembagian masyarakatnya bersifat Kelas (sebagai contoh pembagian Kelas yang
muncul adalah antara bangsawan pemilik tanah dengan petani pembayar upeti,
pemilik budak dengan budak, tuan feodal dengan kaum hamba, kapitalis dengan
kaum proletar).
Di dalam sebuah sistem produksi, Kelas-Kelas
menempati posisi yang berbeda dan saling bertentangan satu sama lain. Posisi
ini ditentukan oleh relasi mereka terhadap alat-alat produksi. Relasi
produksi di tengah masyarakat berkelas adalah relasi penghisapan, dominasi dan
penundukan. Ini disebabkan karena Kelas yang berkuasa memonopoli alat-alat
produksi yang menentukan, yaitu memilikii alat produksi yang paling penting.
Jika satu lapisan masyarakat memonopoli alat-alat produksi maka para pekerja,
selain bekerja untuk mepertahankan hidup, mereka juga menghabiskan waktu kerja
mereka untuk menghasilkan surplus untuk pemilik alat-alat produksi.
Relasi Kelas-Kelas terhadap
alat-alat produksi juga tergantung pada peran mereka dalam organisasi kerja
secara sosial. Kelas-Kelas
menjalankan fungsi yang beragam dalam produksi sosial. Dalam masyarakat ber-Kelas,
ada yang mengatur produksi, mengontrol ekonomi dan seluruh urusan sosial serta
terlibat secara dominan dalam kerja mental. Sementara Kelas yang lain
menanggung beban menjalankan kewajiban pekerjaan fisik yang berat.
Begitu sistem produksi sosial dan
seluruh kehidupan masyarakat tumbuh semakin kompleks, maka pengembangan fungsi
kontrol semakin dibutuhkan. Contohnya, pada masyarakat agraris di Mesir, Irak,
Cina dan India Kuno. Proyek irigasi bersekala besar semakin menuntut
spesialisasi pengetahuan dan pengorganisiran kerja yang terpusat. Ini berbeda
dengan kerja pertanian yang berskala kecil dan individual atau proyek pertanian
komunal yang sederhana. Kita tak bisa membayangkan jika produksi yang berskala
besar yang menggunakan mesin tidak ditopang oleh aktifitas yang terorganisir
rapih dan manajemen produksi di segala bidang. Dalam masyarakat ber-Kelas,
manajemen produksi sosial biasanya di bawah kendali Kelas yang memilikii alat
produksi. Marx mengungkapkan:
Seseorang tidak berarti menjadi kapitalis karena dia
seorang pimpinan sebuah industri; yang terjadi justru sebaliknya, dia pimpinan
industri karena dia seorang kapitalis. Kepemimpinan dalam bidang perindustrian
merupakan pelengkap bagi modal (Kapital), sebagaimana fungsi yang dijalankan
oleh seorang Jendral dan Hakim, yang tak lain merupakan pelengkap bagi sistem
kepemilikan tanah pada masa feodal.
Saat
relasi-relasi produksi tertentu mulai menghalangi perkembangan
kekuatan-kekuatan produksi, peran Kelas yang berkuasa di dalam organisasi kerja
secara sosial mengalami perubahan. Kelas tersebut mulai kehilangan fungsinya
dalam mengorganisasi produksi dan lantas merosot menjadi parasit yang melekat
pada tubuh masyarakat. Perkembangan ini menimpa Kelas pemilik budak dan kaum
aristokrat feodal pada masanya masing-masing, dan hal yang sama juga menimpa
kalangan borjuis besar (Kelas inipun akhirnya melepaskan fungsi pengorganisiran
kerja secara sosialnya pada kalangan manajer yang digaji, supervisor dan bahkan
kepada regu-regu pekerja).
Kelas-Kelas juga dibedakan satu dengan yang lainnya
menurut ukuran (besarnya) dan sumber pendapatan (income) sosial mereka.
Perbedaan ukuran dan sumber income sosial ini tidak diragukan lagi memilikii
arti yang demikian pentingnya, kendati hal tersebut bukanlah faktor yang
terutama. Dengan mudah kita bisa memahami hal ini jika kita menanyakan diri
kita dengan pertanyaan: Mengapa ada berbagai sumber pendapatan (income), yang
menjadi syarat-syarat keberadaan Kelas-kelas? Jawabannya terletak pada posisi
mereka di tengah-tengah sistem produksi sosial. Marx menyatakan bahwa, secara
sekilas, Kelas itu terdiri dari sejumlah orang yang memiliki sumber pendapatan
yang sama. Namun hal tersebut tidak menukik pada apa yang sesungguhnya menjadi
dasar keberadaan Kelas-Kelas. Fakta menunjukkan bahwa relasi-relasi yang paling
utama dan menentukan justru adanya bentuk distribusi yang bergantung pada
relasi produksi. Jika hanya menghitung sumber dan ukuran pendapatan, kita tidak
bisa mendefinisikan Kelas-Kelas dengan pengelompokan-pengelompokkan dan
strata-strata sosial lainnya yang keberadaannya juga ditentukan oleh berbagai
sumber pendapatan. Sebagai contoh, dalam sistem kapitalisme, para buruh yang
melakukan pekerjaan yang sama menerima upah melalui sumber pendapatan yang
berbeda-beda, sementara yang lainnya mendapatkan upahnya dari negara. Para pekerja yang trampil dibayar lebih tinggi daripada
buruh yang tak punya ketrampilan khusus. Tetapi apakah dengan demikian memberi
alasan untuk menganggap Kelas mereka berbeda?
Pembagian Kelas membelah kehidupan sosial dari atas
sampai bawah, mempengaruhi seluruh sistem sosial. Relasi-relasi ini dibagi
menjadi relasi-relasi yang bersifat material dan ideologis. Tetapi
pertanyaannya sekarang adalah: relasi-relasi
macam apakah yang ada di antara Kelas-Kelas? Bersifat material- kah atau
ideologis? Jawabannya: bersifat kedua-duanya. Keberadaan Kelas-Kelas dikaitkan
dengan relasi-relasi ekonomi tertentu yang memungkinkan Kelas-Kelas penghisap
merampas kerja Kelas terhisap. Totalitas dari seluruh relasi inilah yang
membentuk struktur Kelas dalam masyarakat, dan menyediakan basis bagi
perjuangan Kelas. Namun, relasi-relasi antar Kelas ini tak terbatas di bidang
ekonomi semata, relasi-relasi ini paling menunjukan ekspresinya (perwujudannya)
terutama dalam kehidupan politik. Pada akhirnya relasi-relasi antar Kelas
perjuangan Kelas dipaparkan secara gamblang dalam level ideologi, dalam
kehidupan intelektual masyarakat. Persis sebagaimana dikatakan oleh para
peletak dasar Marxisme, bahwa pertentangan antara proletariat dan borjuasi,
yang berurat berakar pada relasi-relasi produksi kapitalisme, kemudian
mempengaruhi seluruh kehidupan sosial, kondisi-kondisi yang melingkupi keberadaan
Kelas-Kelas, relasi-relasi antar kalangan mereka sendiri dan itu juga
menyebabkan para buruh memiliki gagasan-gagasan, ide-ide, prinsip-prinsip
moralitas dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang berbeda dengan borjuasi.
Perbedaan-perbedaan itulah yang menggambarkan posisi anggota-anggota Kelas
dalam kehidupan sehari-hari, dalam pendidikan dan kulturnya, gagasan-gagasan,
keyakinan-keyakinan, psikolog sosial mereka dan sebagainya, yang kesemuanya itu
merupakan turunan dari relasi-relasi ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar